IDENTIFIKASI, DISTRIBUSI DAN REALISASI FONEM
A.
Identifikasi
Fonem
Fonemik adalah
kajian atau analisa bunyi bahasa dengan memperhatikan statusnya sebagai pembeda
makna. Bunyi bahasa yang diucapkan oleh manusia akan memiliki pembeda makna
pada setiap bunyi bahasanya. Objek kajian dari fonemik adalah fonem, berbeda
dengan objek kajian fonetik yang mengkaji fon. Fonem adalah bunyi bahasa yang
dapat atau berfungsi membedakan makna. Fonem merupakan abstraksi atau gambaran
dari satu atau sejumlah fon, baik berupa huruf vokal atau huruf hidup maupun
huruf konsonan atau huruf mati. Penulisan sebuah fonem atau transkripsi fonem
dituliskan dengan lambang /.../. Salah satu ciri fonem adalah kemampuannya
membedakan makna. Contohnya:
[saku]
[laku]
[baku]
[daku]
Bunyi [s], [l],
[b], dan [d] pada bentuk kebahasaan itu masing-masing memiliki fungsi pembeda
makna. Cara yang paling mudah dalam mengidentifikasi fonem yaitu dengan
membedakan makna (kata) dengan melihat kemungkinannya dua buah bentuk
kebahasaan berpasangan minimal merupakan cara yang lazim dan mudah untuk
dilakukan identifikasi fonem. Satuan-satuan pembeda makna pada contoh di atas
harus ditulis:/s/, /l/, /b/, dan /d/.
Cara lain yang
dapat digunakan untuk melakukan identifikasi sebuah fonem ialah dengan
mencermati distribusinya. Apabila sebuah fonem berdistribusi komplementer pada
posisi yang berbeda, misalnya di awal deretan bunyi atau di akhir deretan bunyi
merupakan bunyi bahasa itu alofon.Apabila sebuah fonem memiliki alofon, maka
fonem itu benar. Alofon merupakan variasi dari sebuah fonem, bunyi yang
merupakan realisasi dari sebuah fonem.
Contoh:
1. bunyi
[p] pada ‘pintar’ diucapkan berbeda dengan bunyi [p] pada ‘tapi’ atau ‘sapi’
2. bunyi
[p] pada pintar itu akan diucapakan berbeda dengan [p’] pada ‘asap’ atau
‘lesap’.
Alasannya: [p] pada posisi awal diucpakan secara
meletup atau ‘polosive’ sedangkan [p]
di luar posisi awal itu akan diucapkan tidak dengan cara meletup atau ‘impolosive’, walaupun secara fonetis
dituliskan sama dan sekalipun
sesunguhnya cara pembunyiannya berbeda.
Sesuai fakta kebahasaan
tersebut, bunyi [p] merupakan
bunyi [p] berdistribusi komplementer (complementary
distribution).Bunyi-bunyi yang hadir dalam distribusi komplementer disebut
alofon sebuah fonem yang membuktikan penamaan fonem tersebut benar. Distribusi
komplementer atau distribusi saling melengkapi adalah distribusi yang tempatnya
tidak bisa dipertukarkan, meskipun dipertukarkan juga tidak akan menimbulkan
perbedaan makna.
Jadi, fonem dapat diuji keberadaannya dengan
melihatnya dalam pasangan minimal dan dalam kemampuannya berdistribusi
komplementer untuk menghasilkan alofon-alofon.
1.
Lingkungan
Memengaruhi Bunyi-bunyi Bahasa
Kalau sebuah
bunyi bahasa hadir dalam lingkungan yang sama, gabungan dari bunyi-bunyi itu
banyak muncul. Sebagai contoh bunyi [p], [b], dan [m] adalah sama-sama bunyi
bilabial. Bunyi [m] dan bunyi [b] yang sefonetis itu akan memungkinkan lahirnya
bentukkebahasaaan yang memperhatikan kedua bunyi dan bertujuan untuk
mempermudahkan dalam pelafalan. Yang dimaksud dengan bunyi sefonetis dapat
katakan sebagai berikut:
(1) Secara
horizontal selajur
(2) Secara
vertikal sekolom
(3) Secara
vertikal dan horizontal selajur dan sekolom
(4) Bersimbol
sama hanya berbeda dalam simbol diakritik tertentu
(5) Sifat
sama, misalnya, sama-sama bunyi lateral.
Contohnya :
‘kembang’ , ‘kembung’
‘kambing’ , ‘kumbang’
Jadi,
kehadiran bunyi [m] dan [b] yang sefonetis itu akan membantu memudahkan pelafalannya.
2.
Sistem
Bunyi Berkencendrungan Simetris
Sebagai contoh
kalau kita melihat bahwa bunyi [p] dan [b] itu sama-sama merupakan bunyi
bilabial dan sifatnya plosif, dan kita akan menemukan bunyi yang hadir simetris
dengan bunyi-bunyi itu adalah [m]. Alasannya, bunyi tersebut juga termasuk
bunyi bilabial, hanya saja jika dilihat dilihat dari intensitas keluarnya udara
dari dalam paru-paru.
Di dalam Muslich
(2008:81) menjelaskan, bahwa bunyi-bunyi yang sefonetis, atau memiliki kesamaan
fonetis, atau sering disebut sebagai yang bersifat simetris apabila :
a. Bunyi-bunyi
tersebut berada dalam lajur (garis horizontal) yang sama, contoh [i]—[u],
[p]-[t].
b. Bunyi-bunyi
tersebut berada dalam kolom (garis vertikal) yang sama, contoh [i]-[e], [p]-[m]
c. Bunyi-bunyi
tersebut berada dalam dalam lajur dan kolom yang sama, contoh [p]-[b], [t]-[d].
d. Bunyi-bunyi
tersebut mempunyai simbol yang sama tetapi berbeda dalam diakritik (tanda
tertentu), contoh [p]-[p’], [i]-[u], [ῡ].
e. Bunyi-bunyi
tersebut mempunyai sifat yang sama, contoh [l]-[R].
3. Bunyi-Bunyi
Berdistribusi Komplementer dan/atau Bervariasi Bebas yang Memiliki Kesamaan
Fonetis Digolongkan Tidak Berkontras/Bukan Fonem
Masyarakat
Indonesia yang birciri beragam memungkinkan warganya mengucapkan bunyi-bunyi
tertentu secara bervariasi untuk menunjukkan fonem yang sama. Sebagai contoh [Ә] pada ‘dengar’ dan [ɛ] pada
‘dengar’ yang biasanya diucakan oleh sebagian masyarakat daerah NTT.
4.
Bunyi-Bunyi
Berkontras dalam Lingkungan Sama atau
Lingkungan Mirip yang Memiliki Kesamaaan Fonetis Digolongkan sebagai Fonem yang
Berbeda
Untuk mengetahui
apakah bunyi-bunyi berkontras makna adalah dengan melihat kemungkinan
bunyi-bunyi tersebut berpasangan minimal. Yang dimaksudkan disini adalah dengan
memasangkan, atau menjajarkan dua atau lebih satuan bahasa terkecil yang secara
ideal berbunyi sama, kecuali satu bunyi yang berbeda. Contohnya:
/b/ pada [baru] /p/ pada [palaɳ]
/p/ pada [paru] atau /d/
pada [dalaɳ]
/g/ pada [garu] /m/
pada [malaɳ]
Jadi, tidak harus pasangan
minimal antara satu deretan bunyi dan satu deretan bunyi, bisa pula tiga, atau
bisa pula yang lainnya. Dari pemasangan bunyi-bunyi di atas telah didapatkan
fonem karena bunyi-bunyi tersebut dalam pasangan minimalnya dan setiap bunyi
membedakan makna.
B.
Distribusi
Fonem
Disribusi
Fonem Vokal
Bunyi
vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami halangan. Jenis
vokal ditentukan oleh tiga faktor yaitu tinggi rendahnya posisi lidah, bagian
lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal tersebut. Bahasa
Indonesia memiliki enam buah fonem vokal, yaitu: /i/, /e/, /ә/, /a/, /u/, dan
/o/. Dalam banyak bahasa, kualitas dan bentuk bibir, dan kemampuan bibir untuk
membentuk formasi tertentu, sangat menentukan kualitas vokal. Akan tetapi, di
dalam bahasa Indonesia, fakta fisiologis
demikian itu tidak berpengaruh. (Setyaningsih dan Kunjana, 2014: 48).
Fonem
vokal dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan berdasarkan:
1. parameter
posisi lidah, dan
2. parameter
bagian lidah pada waktu pembentukan vokal.
Berdasarkan
parameter posisi lidah, dibedakan menjadi:
-
vokal tinggi, yaitu:
/i/ dan /u/
-
vokal sedang, yaitu:
/e/, /ә/, dan /o/
-
vokal rendah, yaitu:
/a/
Berdasarkan
parameter depan-belakangnya bagian lidah, dibedakan menjadi:
-
vokal depan, yaitu: /i/
dan /e/
-
vokal tengah, yaitu:
/ә/ dan /a/
-
vokal belakang, yaitu:
/u/ dan /o/
Jika
kedua parameter tersebut digabungkan, akan dapat ditemukan variasi distribusi
vonem vokal, misalnya /i/ merupakan fonem tinggi-depan, dengan kedua bibir agak
membuka dan terentang ke arah samping.
Distribusi
Fonem Konsonan
Konsonan adalah bunyi ujaran yang arus udaranya
mengalami hambatan ketika keluar dari paru-paru. Dalam pengujaran bunyi
konsonan terdapat tiga faktor yang terlibat, yaitu keadaan pita suara,
penyentuhan alat ucap yang satu dengan yang lain, dan cara alat ucap itu
bersentuhan. Alat ucap yang bergerak untuk menghasilkan bunyi bahasa disebut
sebagai artikulator aktif.Misalnya bibir bawah, gigi bawah, dan lidah.Daerah
yang disentuh atau didekati disebut sebagai daerah artikulator.Misalnya bibir
atas, gigi atas, gusi atas, langit-langit keras, langit-langit lunak, dan anak
tekak.
Pemberian nama terhadap konsonan didasarkan pada
artikulator yang bekerja. Misalnya labio
(bibir bawah), apiko (ujung lidah), lamino (daun lidah), dorso(belakang lidah), radiko (akar lidah), diikuti dengan
daerah artikulasinya: labial (bibir
atas), dental (gigi atas), alveolar (gusi), palatal (langit-langit keras), velar/velum
(langit-langit lunak), dan uvular
(anak tekak).
Cara artikulator menyentuh atau mendekati daerah
artikulasi dan bagaimana udara keluar dari mulut dinamakan cara artikulasi.
Berdasarkan cara artikulasinya, bunyi bahasa dibagi menjadi beberapa macam.
Bila udara dari paru-paru dihambat secara total, maka bunyi yang dihasilkan
dengan cara artikulasi semacam itu dinamakan bunyi hambat. Bila arus udara
melewati saluran bunyi yang sempit, maka akan terdengar bunyi desis. Bunyi
demikian disebut bunyi frikatif.Bila ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan
udara keluar melalui samping lidah, maka bunyi yang dihasilkan disebut bunyi
lateral. Kalau ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang, bunyi
yang dihasilkan dinamakan bunyi getar (trill).
Berdasarkan posisi pita suara, konsonan dibedakan
atas:
1) Konsonan bersuara; pita suara hanya terbuka sedikit sehingga terjadilah getaran pada
pita suara.
Misalnya: /b, d, g, c/.
2) Konsonan
tidak bersuara; pita suara terbuka agak lebar sehingga tidak ada getaran pada
pita suara.
Misalnya: /k, p, t, s/.
Berdasarkan tempat artikulasinya, konsonan dibedakan
atas:
1) bilabial : bibir atas merapat pada
bibir bawah. Contoh: /m, b, p/
2) bunyi
oral : bunyi dikeluarkan
melalui rongga mulut: /p, b/
3) bunyi
nasal : bunyi dikeluarkan melalui rongga hidung: /m/
4) labiodental : gigi bawah merapat pada bibir
atas: /f, v/
5) laminoalveolar : daun lidah menempel pada gusi: /t, d/
6) dorsovelar : pangkal lidah dan langit-langit
lunak: /k,g/
Fonem vokal selalu dapat menduduki posisi pada semua
tempat, berkenaan dengan posisinya sebagai puncak penyaringan pada setiap silabel. Sedangkan fonem konsonan
tidak selalu demikian: dapat
menduduki awal dan akhir, tetapi mungkin
juga hanyamenduduki posisi pada awal
kata
Fonem Vokal
1. Vokal /a/, dapat
menduduki semua posisi seperti pada tampak contoh: ambil, taat dan harga.
2. Vokal /i/, dapat menduduki semua posisi
seperti tanpak pada contoh: indah, amin dan tani.
3. Vokal /e/, dapat menduduki semua posisi
seperti tampak pada contoh: enak,karet dan sate.
4. Vokal /u/
dapat menduduki semua posisi seperti tampak pada contoh: udan, sambut
dan lagu.
5. Vokal /o/ dapat
menduduki semua posisi, seperti pada
contoh: oleh, belok dan bakso.
Fonem Konsonan
1. Konsonan /b/ dapat mendudukui
posisi awal, posisi tengah dan posisi akhir
seperti tampak pada bambu, timbul dan sebab. Namun, pada posisi akhir
sebagai koda posisinya mendua, maksudnya sebagai fonem /b/, dan dapat pula
sebagai fonem/p/.
2. Konsonan /p/ dapat menduduki semua posisi:
awal,tengah dan akhir, seperti tampak pada contoh; pikat,lipat dan tutup.
3. Konsonan /m/ dapat meduduki
semua posisi: awal, tengah dan akhir, seperti tampak pada contoh: makan,aman
dan dalam.
4. Konsonan /t/ dapat menduduki
semua posisi: awal, posisi tengah dan posisi akhir, seperti tampak pasda
contoh: taeri, hati dan karet.
C.
Realisasi
Fonem Bahasa Indonesia
Realisasi fonem
adalah pengungkapan sebenarnya dari ciri atau satuan fonologis, yaitu fonem
menjadi bunyi bahasa. Bahasa Indonesia memiliki realisasi dalam berbagai bunyi.
Realisasi fonem sebenarnya sama dengan bagaimana fonem itu dilafalkan.
Realisasi dalam wujud bunyi yang bermacam-macam dari sebuah fonem itulah yang
disebut sebagai alofon. Dengan demikian dapat ditegaskan, bahwa sumber yang
sama dari sejumlah bunyi itu merupakan fonem. Fonem dalam tata bunyi dituliskan
dengan simbol /…/, sedangkan alofon, karena hakikatnya adalah bunyi,
disimbolkan dengan lambang […].
a. Contoh
pelafalan fonem vokal yaitu:
Fonem vokal /i/ dapat
memiliki alofon [i] seperti pada [sapi] dan [lagi]. Fonem vokal /i/ juga
memiliki alofon [I] seperti pada ‘lembing’ dan ‘kambing’. Dengan demikian dapat
ditegaskan bahwa /i/ dapat berealisasi ke dalam [i] dan [I] dalam posisi yang
tidak sama. Keduanya dapat disebut sebagai alofon dari fonem /i/ dalam bahasa
Indonesia.
b. Contoh
pelafalan fonem konsonan, yaitu:
1. Fonem
/p/ dapat berealisasi menjadi [p] pada posisi onset (bukan akhir), dan akan
berealisasi manjadi [p’] pada posisi koda seperti ‘asap’. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa [p] dan [p’] itu merupakan realisasi dari fonem konsonan /p/.
2. Fonem
/k/ yang pada posisi awal onset [k] seperti pada ‘kaki’, akan direalisasikan
secara berbeda dengan [?] pada ‘anak’ atau ‘telak’. Dengan demikian dapt
dikatakan bahwa realisasi fonem /k/ dalam contoh tersebut adalah bunyi [k] dan
bunyi [?], dan kedua-duanya dapat dikatakan sebagai alofon dari fonem /k/.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Muslich, M. 2008. Fonologi
Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Setyaningsih, Yuliana dan Rahardi Kunjana. 2014. Fonologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit Universitas Sanata Dharma
Terima kasih banyak, sangat bermanfaat
ReplyDeleteThnk you
ReplyDelete